Dr. Harjoni jadi Pembicara pada Konferensi Internasional ICSGS ke-9 di Jepang
Lhokseumawe — Kabar membanggakan datang dari lingkungan Pascasarjana UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe. Dr. Harjoni, S.Sos.I., M.Si., CPM, Ketua Program Studi Magister Ekonomi Syariah, dinyatakan lolos sebagai pemakalah dalam ajang bergengsi 9th International Conference on Strategic and Global Studies (ICSGS) yang digelar di Kyushu International University, Kitakyushu, Fukuoka, Jepang, pada 19–20 Juli 2025.
Abstrak yang diajukan Dr. Harjoni, berjudul “The Role of Halal Certification in Enhancing Global Trade and Market Access”, telah diterima panitia dan diumumkan secara resmi melalui Letter of Acceptance bernomor SPT-052/UN2.F13.D2.P1/ICSGS9/PPM.01.01/2025. Penerimaan ini sekaligus menandai partisipasi aktif akademisi Aceh di level internasional dalam isu-isu penting dunia Islam dan perdagangan global. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 19-20 Juli 2025 di Kitakyushu, Fukuoka, Japan.
Sertifikasi Halal: Lebih dari Sekadar Kewajiban Agama
Dalam makalah yang dipresentasikannya di Jepang tersebut, Dr. Harjoni mengupas peran strategis sertifikasi halal dalam peta perdagangan internasional. Ia menekankan bahwa sertifikasi halal kini telah berkembang menjadi alat penting dalam membangun kepercayaan konsumen, menjamin kualitas produk, serta memperluas akses ke pasar global—bukan hanya untuk konsumen Muslim, tetapi juga bagi kalangan non-Muslim yang mulai melihat halal sebagai simbol etika dan keamanan produk.
“Di era keterhubungan global, sertifikasi halal telah menjadi standar universal yang berdampak besar pada perdagangan dan inovasi,” ungkap Dr. Harjoni. “Hal ini menjadi keunggulan kompetitif baru yang perlu disadari dan dioptimalkan, khususnya oleh negara-negara mayoritas Muslim seperti Indonesia.”
Lebih lanjut, ia menyoroti urgensi harmonisasi standar halal internasional. Saat ini, perbedaan interpretasi dan proses sertifikasi antarnegara masih menjadi hambatan utama dalam arus perdagangan halal global. Harmonisasi dan pengakuan timbal balik antar lembaga sertifikasi, menurutnya, adalah solusi kunci untuk mempercepat perdagangan, menekan biaya, dan memperkuat integritas produk halal.
Digitalisasi: Jalan Menuju Efisiensi dan Transparansi
Dalam konteks global yang semakin terdigitalisasi, Dr. Harjoni juga mengangkat pentingnya transformasi digital dalam sistem sertifikasi halal. Teknologi seperti blockchain, QR code, dan platform digital telah membuka peluang baru untuk keterlacakan produk halal secara real-time dari produsen hingga konsumen akhir.
“Digitalisasi akan mempercepat proses audit, memperkecil risiko fraud, dan memperkuat keterhubungan antara pelaku usaha halal lintas negara,” jelasnya. “Inilah cara kita menjadikan industri halal lebih responsif, terpercaya, dan terintegrasi di level global.”
Ia juga menggarisbawahi bahwa beberapa negara non-Muslim seperti Brasil dan Australia justru menjadi eksportir halal utama berkat adopsi standar global dan kemajuan teknologinya. Fakta ini menunjukkan bahwa industri halal kini melampaui sekat keagamaan dan menjadi nilai ekonomi yang inklusif dan kompetitif.
Ajang Internasional Bertema Transformasi Asia
ICSGS ke-9 tahun ini mengusung tema besar: “Development Transition and Social Change In Japan and Asia: Building Sustainability, Innovation, & Global Partnerships For A Thriving Future.” Tema ini menyoroti tantangan dan peluang dalam mendorong pembangunan berkelanjutan serta transformasi sosial di kawasan Asia dan Jepang melalui kolaborasi strategis.
Konferensi ini merupakan hasil kolaborasi School of Strategic and Global Studies Universitas Indonesia (SSGS UI) dan School of Contemporary Business Kyushu International University, Jepang, serta didukung oleh Utrecht University Belanda, CIEFD UIN Syarif Hidayatullah, dan sejumlah lembaga internasional. Turut terlibat juga tim peneliti dari proyek Kakenhi MEXT Jepang yang fokus pada standardisasi halal dan dinamika keberagaman di era global.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Drs. Supriatna, M.T., selaku Acting Dean SSGS UI, menyampaikan bahwa konferensi ini menjadi wadah penting untuk mendorong kerja sama ASEAN-Jepang dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. “Kolaborasi lintas negara menjadi kunci untuk membangun masa depan industri dan sosial yang tangguh serta berkelanjutan,” ujarnya.
ICSGS juga mendapat dukungan dari Kedutaan Besar RI di Tokyo, Pemerintah Prefektur Fukuoka, Pemerintah Kota Kitakyushu, serta perusahaan mitra seperti PT Starvo Global Energy, PT Silverstar Energy Solutions, dan Nanao Confectionery Co. Ltd. Jepang.
Kontribusi Indonesia dalam Diplomasi Halal Global
Partisipasi Dr. Harjoni dalam konferensi ini merepresentasikan kontribusi intelektual Indonesia dalam memperkuat diplomasi halal global. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat produksi, sertifikasi, dan distribusi halal internasional. Namun, tantangan tetap ada, seperti keterbatasan infrastruktur, disparitas standar antar wilayah, dan kurangnya sinergi antar pemangku kepentingan.
“Dengan penguatan riset, kebijakan berbasis data, serta peningkatan kapasitas kelembagaan, saya yakin Indonesia bisa memainkan peran yang lebih besar dalam rantai pasok halal dunia,” kata Dr. Harjoni. “Kami ingin menunjukkan bahwa akademisi Indonesia siap menjadi bagian dari solusi global.”
Tak hanya menjadi pencapaian pribadi, keikutsertaan Dr. Harjoni di ICSGS juga menjadi inspirasi bagi kalangan akademisi muda, khususnya di lingkungan Pascasarjana. Menurutnya, forum-forum ilmiah internasional adalah ruang ideal untuk memperluas jaringan, meningkatkan kualitas riset, serta mendapatkan wawasan lintas budaya dan disiplin ilmu.
“Ini adalah momentum penting untuk melakukan benchmarking akademik sekaligus membuktikan bahwa riset dari Aceh bisa berkontribusi di panggung global,” tuturnya. Ia juga mengapresiasi dukungan civitas akademika UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe dan mitra kolaboratif yang telah mendukung perjalanannya hingga ke titik ini.
Menutup penjelasannya, Dr. Harjoni menyampaikan pesan reflektif bahwa sertifikasi halal adalah lebih dari sekadar instrumen kepatuhan. “Ia adalah alat strategis untuk membuka peluang pasar, membangun ekosistem perdagangan yang etis, dan menumbuhkan kepercayaan konsumen secara universal,” tegasnya. “Melalui kolaborasi global, teknologi digital, dan semangat inovatif, kita bisa menjadikan halal sebagai nilai global yang inklusif dan memberdayakan. Semoga"