Guru PAI di Era Global: Tantangan dan Transformasi Kompetensi
Oleh: Dr. Maya Safitri, S.Pd.I., M.A.
(Ketua Prodi PAI Pascasarjana UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe)
Topik pendidikan agama Islam kembali menjadi isu hangat yang diperbincangkan di ruang publik, terutama menyangkut isi pelajaran, metode pengajaran, dan peran guru dalam membentuk nilai-nilai siswa. Isu ini telah memperoleh perhatian luas, mulai dari kekhawatiran tentang intoleransi hingga perdebatan tentang pengintegrasian sains dengan agama, menunjukkan bahwa masyarakat menjadi lebih kritis dan peduli terhadap masa depan generasi muda. Namun, di balik gelombang diskusi publik terdapat situasi kompleks yang perlu diperiksa secara cermat, tidak hanya dengan emosi, tetapi dengan pertimbangan matang dari berbagai perspektif.
Dunia globalisasi saat ini, informasi mengalir cepat dan tanpa batas. Kaum muda terpapar pada banyak ide, budaya, dan nilai berbeda yang terkadang berbenturan dengan nilai-nilai lokal dan agama. Dalam konteks ini, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) berada di garda terdepan pertarungan gagasan. Mereka tidak lagi hanya sekadar pengajar teks-teks agama, tetapi pembimbing yang membantu peserta didik menghadapi kompleksitas dunia modern berdasarkan nilai-nilai moral yang kuat. Namun kenyataannya sebahagian dari guru PAI yang ketinggalan zaman, terjebak dalam metode pengajaran lama, dan kesulitan menjawab pertanyaan kritis dari peserta didik yang paham teknologi. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi guru PAI bukan lagi sekedar pilihan, melainkan kebutuhan yang mendesak.
Salah satu isu umum yang kerap muncul adalah pendidikan agama dianggap terlalu berfokus pada teks dan kurang pada konteks kehidupan nyata. Menteri Agama Prof. Nasaruddin Umar mengatakan bahwa di era digital ini, guru pendidikan agama Islam tidak perlu takut dengan teknologi. Ia menekankan pentingnya literasi digital bagi para guru agar mereka dapat memahami platform digital yang digunakan peserta didik, dan memanfaatkannya sebagai alat untuk menyebarkan ajaran dan pendidikan agama Islam. Hal senada disampaikan Dr. Danial, Rektor UIN Sultanah Nahrasiyah, dalam acara pengukuhan Pendidikan Profesi Guru Pendidikan Agama Islam ( PAI ) Angkatan II Tahun 2024, yang berlangsung di aula serbaguna kampus UIN Sultanah Nahrasiyah pada hari Rabu 21 Mei 2025. Dikatakannya , guru PAI harus memahami cara kerja ilmu pengetahuan dan teknologi modern, sehingga dapat menunjukkan keselarasan antara ilmu agama dan ilmu umum. Guru PAI harus mampu menunjukkan bahwa Islam tidak menentang sains, tetapi justru mendorong kemajuan ilmiah, sehingga hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dan profesionalisme guru PAI.
Banyak tantangan akibat globalisasi yang dihadapi oleh guru PAI, yang telah mengubah berbagai aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Informasi yang sangat cepat dan mudah didapat melalui internet telah menciptakan suasana belajar yang berbeda dari sebelumnya. Peserta didik kini terpapar berbagai pemikiran, budaya, dan nilai-nilai yang mungkin sangat berbeda dengan apa yang diajarkan dalam pendidikan agama formal. Tantangan pertama yang dihadapi guru PAI adalah persaingan dengan sumber informasi digital. Peserta didik bisa dengan mudah memperoleh berbagai materi keagamaan melalui YouTube, media sosial, dan situs web yang mungkin tidak terkendali. Banyak konten ini memberikan penafsiran agama yang sempit dan radikal, yang dapat mengubah pemahaman peserta didik mengenai Islam yang berupa rahmat bagi seluruh makhluk.
Tantangan kedua adalah perubahan sifat peserta didik generasi Z dan Alpha.
Generasi ini tumbuh dalam lingkungan digital yang sangat cepat dan instan. Mereka cenderung kritis, mempertanyakan otoritas tradisional, serta lebih menyukai pembelajaran yang interaktif dan menggunakan gambar atau video. Metode mengajar yang hanya berupa ceramah satu arah masih sering digunakan oleh guru PAI, sehingga kurang efektif untuk generasi ini.
Tantangan ketiga adalah kompleksitas isu-isu zaman sekarang. Masalah seperti perubahan iklim, kesetaraan gender, keadilan sosial, dan perkembangan teknologi membutuhkan guru PAI mampu memberikan sudut pandang agama yang relevan dan sesuai konteks. Namun, banyak guru yang belum siap menghadapi tantangan ini karena keterbatasan pengetahuan dan pemahaman terhadap isu-isu kontemporer.
Oleh karena itu, pentingnya meningkatkan kemampuan guru PAI tidak hanya untuk memenuhi tuntutan administratif atau mengejar gelar akademik saja. Lebih dari itu, peningkatan kemampuan ini memiliki makna yang sangat penting dalam membentuk karakter generasi muda Muslim di Indonesia. Guru PAI yang kompeten bisa membantu mencegah penyebaran pemikiran radikal dan intoleran. Dengan memiliki pemahaman yang luas dan metode pengajaran yang tepat, guru dapat memberikan pemahaman tentang agama Islam yang moderat dan inklusif kepada peserta didik. Penelitian yang dilakukan oleh PPIM UIN Jakarta menunjukkan bahwa peserta didik yang diajarkan oleh guru yang memahami Islam secara moderat cenderung lebih toleran terhadap perbedaan.
Selain itu, meningkatkan kemampuan guru PAI akan membuat pendidikan agama lebih relevan dengan tantangan zaman. Guru PAI yang menguasai teknologi dan metode pembelajaran modern bisa menyampaikan materi agama dengan cara yang menarik dan mudah dipahami oleh generasi muda. Hal ini akan membuat pendidikan agama tidak dianggap sebagai beban, tetapi sebagai sesuatu yang menyenangkan. Guru PAI yang kompeten juga bisa menjadi pihak yang mendorong toleransi dan kesatuan dalam masyarakat. Dengan pendekatan yang bijak dan pemahaman yang dalam, mereka bisa memberikan kontribusi nyata dalam menjaga persatuan umat beragama dan memperkuat persatuan bangsa.
Oleh karena itu, ada beberapa kemampuan penting yang sangat diperlukan bagi guru PAI di masa kini, seperti: kemampuan digital dalam pendidikan, guru PAI harus menguasai teknologi pendidikan dan bisa menggunakan teknologi dalam proses belajar mengajar. Kemampuan ini mencakup kemampuan menggunakan platform digital untuk pembelajaran, membuat materi pendidikan yang menarik, dan memanfaatkan media sosial untuk tujuan pendidikan. Contohnya, guru dapat menggunakan aplikasi seperti Kahoot untuk evaluasi pembelajaran atau membuat channel YouTube yang berisi materi keagamaan edukatif. Selanjutnya, kemampuan ilmu keislaman yang komprehensif, guru PAI perlu memiliki pemahaman yang mendalam terhadap berbagai cabang ilmu keislaman, tidak hanya fikih dan akidah, tetapi juga tasawuf, filsafat Islam, sejarah peradaban Islam, dan studi Al-Qur'an serta Hadis. Pemahaman yang luas ini akan membantu guru menyampaikan materi yang seimbang dan tidak bersifat sektarian. Selanjutnya, kemampuan kontekstualisasi, yaitu kemampuan untuk menghubungkan ajaran agama dengan situasi dan isu yang ada di masa kini, seperti lingkungan, hak asasi manusia, demokrasi, dan perkembangan sains-teknologi. Kemampuan multikultur juga sangat penting, karena Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan keragaman agama, suku, dan budaya.
Selanjutnya guru PAI harus memahami dan menghargai keberagaman, serta mampu mengajarkan nilai toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan kepada siswanya. Kemampuan ini sangat penting untuk mengurangi penyebaran pemikiran radikal dan intoleran. Selain itu, guru PAI juga perlu meningkatkan kemampuan melakukan penelitian dan berpikir kritis agar bisa menganalisis berbagai informasi keagamaan yang beredar di masyarakat. Dengan kemampuan ini, guru dapat mengajarkan peserta didiknya untuk tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang belum terverifikasi kebenarannya.Meningkatkan kompetensi guru PAI di tengah arus globalisasi adalah keharusan yang tidak bisa ditunda.
Guru PAI harus disiapkan sebagai agen perubahan yang tidak hanya mengajarkan ajaran Islam, tetapi juga membekali generasi muda dengan kemampuan menghadapi tantangan global dengan integritas dan iman yang kuat. Dengan kemampuan yang memadai, guru PAI dapat menyampaikan wajah Islam yang penuh kasih, inklusif, dan sesuai dengan perkembangan zaman. Mereka akan menjadi pengarah yang bijak bagi generasi muda dalam menghadapi kompleksitas dunia modern tanpa kehilangan identitas sebagai Muslim yang taat. Upaya meningkatkan kompetensi ini membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat luas. Hanya dengan kerja sama yang kuat, kita bisa menciptakan pendidikan agama Islam yang berkualitas dan mampu menjawab tantangan zaman. (FAS)