Target Status Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah global pada tahun 2029
Firza Al Furqan, S.E
Penulis adalah Mahasiswa aktif Magister Ekonomi Syariah UIN Suna
Ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam, yang tidak hanya mencakup aspek keuntungan semata tetapi juga etika, sosial, dan keadilan. Dalam ekonomi syariah, konsep-konsep seperti riba (bunga), gharar (ketidakpastian) dilarang keras, sementara transaksi yang adil dan transparan sangat dianjurkan. Prinsip utama dalam ekonomi syariah adalah kesejahteraan (kemaslahatan) bersama dan distribusi kekayaan yang adil, yang mana semua transaksi harus bebas dari spekulasi yang berlebihan (gharar) dan perjudian (maysir). Dengan prinsip-prinsip ini, ekonomi syariah bertujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih stabil dan inklusif (Chapra, 2000).
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan prospek yang semakin cerah seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap prinsip-prinsip keuangan yang sesuai dengan syariat Islam. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan sistem ekonomi berbasis syariah yang tidak hanya mencakup sektor perbankan, tetapi juga industri keuangan non-perbankan, pasar modal, asuransi, hingga industri halal seperti makanan, farmasi, pariwisata, dan fashion. Hal ini berbanding lurus dengan posisi Indonesia memimpin di Global Muslim Travel Index (GMTI) pada tahun 2024 yang menegaskan potensi sektor pariwisata syariah di Indonesia sangat besar (Infobanknews.com).
Berdasarkan data dari Global Islamic Economy Indicator (GIEI), kini ekonomi syariah indonesia menempati peringkat 3 besar dunia setelah Malaysia dan Arab Saudi. Peringkat ini naik cukup tinggi dibandingkan pada tahun 2018, dimana Indonesia berada di peringkat sepuluh. Meskipun berada di posisi ketiga, Indonesia tercatat meduduki posisi pertama untuk negara dengan lebih dari 10 transaksi investasi pada periode tahun 2022/2023 dengan total 48 investasi. Sementara Malaysia hanya 17 investasi (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah).
Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi syariah yang menonjol adalah meningkatnya nilai ekspor produk halal. Pada tahun 2019 nilai ekspor produk halal Indonesia tercatat sebesar 37 juta USD, sedangkan pada tahun 2023 melonjak menjadi 50 juta USD. Begitu juga dengan nilai aset keuangan syariah yang mengalami peningkatan signifikan, dari Rp1.800 triliun di tahun 2020, dan per Juni 2024 menjadi Rp2.756 triliun. Pertumbuhan juga terjadi di sektor wakaf. Akumulasi aset wakaf uang pada tahun 2020 hanya mencapai Rp0,18 triliun, dan melonjak menjadi Rp2,56 triliun pada pertengahan 2024.
Hal tersebut sejalan dengan kontribusi usaha syariah dan pembiayaan syariah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga mencapai angka yang mengesankan, yakni sebesar 46,72% atau sekitar Rp9.761 triliun pada tahun 2023. Bank Indonesia menargetkan kontribusi produk domestik bruto (PDB) dari ekonomi syariah menjadi sekitar 56% pada tahun 2029 mendatang (Kontan.com). Target ini tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025-2029.
Namun, menurut Bank Indonesia (BI), ada tiga tantangan utama dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Pertama, tantangan produksi, yang mencakup ketersediaan dan kualitas bahan baku halal. Kedua, tantangan dalam sektor keuangan syariah, seperti perlunya inovasi model bisnis, perluasan basis investor, dan peningkatan pemanfaatan produk keuangan syariah. Ketiga, tantangan literasi, yaitu perlunya penguatan pemahaman masyarakat terhadap ekonomi dan keuangan syariah. Meskipun kesadaran masyarakat meningkat yang terlihat dari data peningkatan indeks literasi keuangan syariah dari 16,3% tahun 2020 menjadi 42,84% tahun 2024. Namun, tindakan konkret di masyarakat masih perlu ditingkatkan karena masih ada kesenjangan (gap) antara kesadaran (awareness) dan tindakan (action) masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan strategi komunikasi yang lebih efektif untuk mendorong perubahan perilaku.
Strategi Bank Indonesia untuk memperkuat Ekonomi Syariah melalui pendekatan AIR: Akses keuangan, Inklusi ekonomi, dan Regulasi pendukung. Strategi ini sejalan dengan tujuh program prioritas nasional, antara lain pengentasan kemiskinan, penguatan ketenagakerjaan, dan digitalisasi. Dengan potensi demografi, dukungan pemerintah, serta tren global yang mendukung keuangan berkelanjutan, prospek ekonomi syariah di Indonesia dipandang sangat menjanjikan. Jika dikelola dengan baik, ekonomi syariah tidak hanya dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi juga mampu memperkuat daya saing Indonesia di kancah global dan target Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah global pada tahun 2029 dapat tercapai.