Benarkah Madrasah Masih Berlabel “Kurang Baik” Dibanding Sekolah Umum dalam Hal Fasilitas, SDM, dan Profil Lulusan?

Oleh: Prof. Dr. Zulfikar Ali Buto Siregar, M.A. (Direktur Pascasarjana UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe)

Perdebatan mengenai posisi dan mutu madrasah dibandingkan sekolah umum sudah berlangsung lama di Indonesia. Selama ini, madrasah kerap diasosiasikan dengan lembaga pendidikan kelas dua yang dianggap tertinggal dari sisi sarana, kualitas tenaga pendidik, dan hasil lulusan. Pandangan semacam itu tidak muncul begitu saja, melainkan berakar dari sejarah panjang pendidikan Islam di tanah air. Madrasah tumbuh dari tradisi keilmuan klasik Islam yang awalnya berfokus pada pengajaran agama. Pada masa awal perkembangannya, lembaga ini berdiri atas prakarsa masyarakat dengan dukungan dana terbatas, bahkan tanpa banyak intervensi negara. Akibatnya, banyak madrasah berkembang dengan fasilitas sederhana dan guru-guru yang lebih menekankan pada pengajaran agama dibanding penerapan metode pedagogik modern. Dari sinilah muncul pandangan bahwa madrasah adalah pilihan alternatif bagi keluarga dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, bukan pilihan utama bagi mereka yang menginginkan masa depan akademik yang gemilang bagi anak-anaknya. Stereotip semacam ini telah mengakar kuat dan diwariskan antargenerasi, sehingga meski kini banyak madrasah telah berbenah, citra “kurang baik” itu belum sepenuhnya sirna.

Dalam hal fasilitas, tidak dapat dipungkiri bahwa sejumlah madrasah masih menghadapi tantangan serius. Banyak di antaranya, terutama yang berada di wilayah terpencil, ketersediaan ruang kelas, laboratorium sains dan komputer, serta sarana teknologi informasi yang masih kurang memadai. Sementara itu, sekolah umum negeri cenderung memperoleh dukungan anggaran yang lebih besar dari pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, sehingga lebih mampu menyediakan infrastruktur modern. Namun, gambaran tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan realitas madrasah secara keseluruhan. Kini telah muncul banyak madrasah unggulan yang fasilitasnya tidak kalah dengan sekolah umum. Contohnya MAN Insan Cendekia, MAN 1 Model, atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) yang memiliki laboratorium modern, sistem pembelajaran digital, serta kerja sama internasional. Bahkan, beberapa madrasah swasta sudah mengimplementasikan teknologi tinggi dalam pembelajarannya serta mengintegrasikan kurikulum agama dengan sains secara harmonis. Fakta ini memperlihatkan bahwa kesenjangan antar madrasah lebih disebabkan oleh perbedaan manajemen dan dukungan kebijakan, bukan semata statusnya sebagai madrasah.

Meski demikian, kualitas pendidikan tidak hanya diukur dari kecanggihan fasilitas. Banyak madrasah yang tetap mampu menghasilkan inovasi meski dalam kondisi terbatas. Dengan kepemimpinan kepala madrasah yang visioner dan guru-guru yang berdedikasi, mereka mampu menciptakan pembelajaran berbasis proyek, mengintegrasikan kearifan lokal, serta menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler yang membentuk karakter dan kemandirian siswa. Dalam situasi ini, madrasah justru menunjukkan keunggulannya sendiri: semangat kebersamaan, gotong royong, dan kepedulian sosial yang tinggi. Keterbatasan fasilitas tidak menjadi penghalang, melainkan peluang untuk menanamkan nilai kesederhanaan dan tanggung jawab kepada peserta didik.

Kualitas sumber daya manusia juga menjadi faktor penting yang sering dijadikan bahan perbandingan antara madrasah dan sekolah umum. Dahulu, banyak guru madrasah berlatar belakang pendidikan agama tradisional. Mereka memiliki penguasaan mendalam terhadap ilmu-ilmu keislaman, tetapi belum sepenuhnya menguasai pedagogi modern. Akibatnya, pembelajaran di madrasah sering dianggap monoton dan kurang relevan dengan tuntutan zaman. Namun, situasi ini telah mengalami perubahan besar. Pemerintah melalui Kementerian Agama terus berupaya meningkatkan profesionalisme guru madrasah melalui program sertifikasi, pelatihan berbasis digital, dan beasiswa pendidikan lanjutan. Kini banyak guru madrasah bergelar magister bahkan doktor, serta mahir menggunakan teknologi pembelajaran digital. Program seperti Madrasah ReformMadrasah Digitalisasi, dan Teaching Factory menjadi langkah konkret untuk memperkuat kapasitas guru agar selaras dengan kebutuhan abad ke-21.

Lebih dari sekadar kompetensi akademik, guru madrasah juga memiliki keunggulan moral yang menjadi pembeda. Mereka tidak hanya berperan sebagai pendidik, tetapi juga sebagai pembimbing spiritual dan teladan bagi para siswa. Di tengah maraknya krisis moral dan degradasi karakter remaja, keberadaan guru madrasah sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, dan ketulusan. Karena itu, menilai kualitas SDM di madrasah hanya dari aspek akademik tanpa mempertimbangkan dimensi spiritual dan moral jelas merupakan penilaian yang tidak utuh dan cenderung menyesatkan.

Salah satu hal yang kerap dijadikan pembeda mencolok adalah kualitas lulusan. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa alumni sekolah umum lebih siap menapaki dunia kerja maupun pendidikan tinggi karena dianggap lebih rasional dan berorientasi modern. Sementara itu, lulusan madrasah dipersepsikan hanya unggul dalam ilmu agama tetapi kurang adaptif terhadap tantangan profesional. Padahal, kenyataannya kini telah banyak berubah. Lulusan madrasah semakin banyak yang berhasil menembus perguruan tinggi bergengsi, baik dalam negeri seperti UI, ITB, dan UGM, maupun luar negeri seperti Universitas Al-Azhar, Qatar University, hingga kampus di Eropa. Hal ini menegaskan bahwa kemampuan akademik lulusan madrasah tidak lagi bisa diremehkan. Selain itu, mereka dikenal memiliki soft skills yang unggul — etos kerja tinggi, integritas, dan kemampuan beradaptasi di berbagai lingkungan sosial. Fondasi spiritual yang kuat juga menjadikan mereka pribadi tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan modern.

Pendidikan madrasah sejatinya memiliki misi yang lebih luas dari sekadar mencetak peserta didik berprestasi secara intelektual. Madrasah berupaya membentuk manusia seutuhnya, yang memiliki keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan akhlak mulia. Integrasi antara nilai-nilai Islam dan ilmu pengetahuan umum menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang berkarakter holistik. Ketika sebagian dunia pendidikan umum terlalu fokus pada pencapaian akademik semata, madrasah justru menonjolkan nilai-nilai moral, kemanusiaan, dan spiritualitas. Inilah kekuatan filosofis yang menjadikan madrasah relevan di tengah era modernisasi dan digitalisasi pendidikan.

Meski demikian, harus diakui bahwa citra negatif terhadap madrasah masih bertahan di sebagian masyarakat. Hal ini umumnya disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, masih ada madrasah yang belum mampu memperbaiki manajemen dan kualitasnya. Kedua, persepsi masyarakat yang belum berubah meskipun banyak kemajuan telah dicapai. Sebagian besar orang masih menilai madrasah berdasarkan pengalaman masa lalu atau dari segelintir contoh yang tidak representatif. Padahal, kini madrasah sedang menjalani transformasi besar melalui kebijakan pemerintah seperti digitalisasi, pembaruan kurikulum, dan peningkatan sistem akreditasi. Program Madrasah Reform misalnya, diarahkan untuk menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang unggul dan berdaya saing global.

Upaya transformasi ini tentu tidak dapat dilakukan oleh pemerintah semata. Diperlukan dukungan dari berbagai pihak masyarakat, alumni, dunia industri, serta lembaga sosial agar madrasah terus tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang modern dan adaptif. Dunia kerja perlu memberikan ruang bagi lulusan madrasah, sementara masyarakat harus menumbuhkan kebanggaan terhadap lembaga pendidikan Islam. Pengalaman negara-negara seperti Malaysia dan Turki menunjukkan bahwa pendidikan Islam yang terkelola dengan baik justru dapat menjadi motor kemajuan bangsa, karena mampu mengintegrasikan ilmu modern dengan nilai-nilai spiritual. Indonesia memiliki potensi besar untuk mengikuti jejak tersebut.

Jika muncul pertanyaan apakah madrasah masih memiliki citra “kurang baik” dibanding sekolah umum, jawabannya adalah ya, tetapi semakin tidak relevan di masa kini. Pandangan tersebut lebih merupakan sisa persepsi lama daripada kondisi aktual. Madrasah kini telah bertransformasi menjadi bagian penting dari sistem pendidikan nasional yang modern dan berorientasi masa depan. Tantangan utama bukan lagi bagaimana madrasah meniru sekolah umum, melainkan bagaimana menegaskan identitasnya sebagai lembaga pendidikan yang menanamkan keseimbangan antara intelektualitas, moralitas, dan spiritualitas. Jika proses transformasi ini terus berlanjut dengan dukungan semua pihak, bukan hal yang mustahil jika dalam waktu dekat madrasah akan diakui sebagai simbol pendidikan berkualitas, bukan hanya setara, tetapi mungkin melampaui sekolah umum dalam membentuk generasi Indonesia yang cerdas, berakhlak, dan berdaya saing global.

 

Share this Post